Yamaha Vixion Club Indonesia : Lucky Number Seven

Berawal dari sekumpulan penggemar motor Yamaha yang sering bertemu di dunia maya melalui milis vixion-indonesia@yahoogroups.com, hingga akhirnya sebuah komunitas motor dengan anggotanya berasal dari sabang sampai merauke pun terbentuk.

Saat itu, Yamaha Vixion sendiri sesungguhnya belum beredar dipasaran. Hingga akhirnya lima orang penghuni milis resmi memboyong Yamaha Vixion ke garasi mereka.

“Merasa sebagai pemilik pertama Yamaha Vixion, kopdar pun dilakukan pada 16 Juni 2007 dan itu hanya berlima. Karena kami berlima merupakan pemilik Vixion yang pertama sebelum yang lain menggunakan Vixion,” papar Billy mantan Ketua YVC Indonesia.

Saat kopdar, berbagai ide pun keluar dari kepala para penggila motor Yamaha ini. Dan pada tanggal 7 bulan 7 tahun 2007, dikelarasikan sebagai hari terbentuknya Yamaha Vixion Club Indonesia (YVC Indonesia) di Yamaha DDS Cempaka Putih – Jakarta. Dari sana pula titik tonggak terbentuknya Yamaha Vixion Club Indonesia.

Dengan Logo Vixion dibalut tameng Diamond segi 7 yang berlapis 3 perlambang dari tanggal, bulan dan tahun pembentukan. Serta warna Orange sebagai perlambang kedinamisan, jiwa muda dan perubahan yang mengarah ke masa depan.

Yamaha Vixion Club Indonesia sendiri berdiri di bawah naungan Yamaha Riders Club (YRC) yang merupakan organisasi resmi dibawah naungan PT. Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI) yang menaungi seluruh Club Motor Yamaha Resmi. YRC sendiri sudah tergabung di IMI Pusat.

“YVC Indonesia hadir dengan orientasi kekerabatan dan juga mengedepankan Safety Riding. Selain itu, YVC merupakan tempat berkumpul dan berorganisasi para pengguna Yamaha Vixion. Tempat sharing, bisnis dengan semangat kekeluargaan yang tinggi. Dengan semangat Brotherhood, kami terus berusaha mengembangkan diri dan memberikan semangat pada teman-teman semua” ujar Billy Fannan, Mantan Ketua Umum Yamaha Vixion Club Indonesia yang saat ini duduk sebagai pembina.

Selasa, 13 Juli 2010

CDI Racing Harian

Apa sih CDI racing harian itu? Dari sisi alam, keduanya berbeda. Satu untuk motor balap, satu lagi untuk motor harian. Tapi, taunya sekarang sudah ada CDI racing yang dibuat untuk motor harian. Akh, masa?

Iya, sudah banyak merek CDI racing harian beredar di pasaran. Tapi, masih banyak yang salah kaprah anggapan tentang CDI racing harian (lihat boks). Ketimbang mumet, starter motor, gas pol ke Cibinong, markas BRT. Ngueeeng.

Ciiit....di Cibinong ketemu Tomy Huang. “CDI racing harian adalah CDI yang kurva pengapiannya sudah diremapping. Artinya, kurva pengapian sudah dibuat advance. Caranya, dengan mengubah derajat pengapian yang dibikin advance,” jelas Tomy Huang.

Misalkan, Honda Supra 125. Derajat pengapian standarnya 33 derajat sebelum Titik Mati Atas (TMA). Dengan CDI racing harian, kurva pengapian diubah hingga 35 derajat sebelum TMA.

Ubahan ini juga diikuti oleh grafik pengapian di setiap putaran mesin atau rpm. Di Supra 125, dengan CDI standar, saat rpm 3.000, posisi kurva di 33 derajat. Setelah itu flat dan tidak berubah.

Dengan CDI racing harian grafik berubah total. Di rpm 2.500 kurva CDI racing harian bergerak di 27 derajat. Di rpm 3.000, kurva berada di 35 derajat. Dan saat di rpm 10.000 kurva berada di 34 derajat sebelum TMA. Begitu, bozz.

Dengan kurva yang lebih advanced fungsinya untuk memaksimalisasi tenaga motor. Ibaratnya pake doping. Lebih bagus lagi jika dibarengi penggunaan besin oktan tinggi. Tenaga motor dipastiken bakal lebih melesat. Wusss...!

SALAH KAPRAH CDI

Masih banyak anggapan salah kaprah soal istilah CDI racing. Dulu, asal CDI bentuknya besar, maka sudah bisa disebut CDI racing. Kalau begini sih, CDI standar dibungkus pakai kardus mi instan, sudah bisa disebut CDI racing dong.

Berikutnya, membuat CDI tanpa limiter dan mampu mengeluarkan api besar, dialah CDI racing. Lagi-lagi, ini juga belum tepat. “Karena, CDI racing di harian, tidak memperbesar pengapian, tapi mengubah derajat kurva,” jelas Tomy yang pasti Huang.

Kenapa, ditinjau dari segi teknis, api besar malah cenderung berbahaya. Karena dengan pengapian besar, maka radiasi kelistrikan semakin besar. Radiasi ini muncul karena pengapian besar, bisa memercikan api hingga dua kali di setiap siklus pembakaran. Padahal, lazimnya CDI hanya mengeluarkan satu letupan saat di satu siklus.

Bila meletup dua kali, bisa dibayangkan dong, piston belum menyentuh TMA eh sudah disamber api. Setelah itu, saat menyentuh TMA kembali CDI ini meletupkan api. Apa yang terjadi? Mesin motor bakal rontok.
Kalau ini terjadi, siapa yang rugi? Siapa ya?

OPTIMALISASI DI MOTOR HARIAN190302-cdi-racing-buat-garian--.jpg

Banyak keluhan mampir ke awak Em-Plus. Setelah mengganti CDI motor standar veris racing, eh power motor kok tidak bertambah. Tenaga yang dihasilkan sami mawon bin pada bae, Son. Sebetulnya, CDI yang salah atau ada perlakuan khusus biar kerja motor harian makin optimal.

”Sebetulnya, sudah ada peningkatan tenaga sejak motor digeber mulai gigi satu. Hanya saja tidak terasa instan karena perbadingan rasio motor di gigi paling akhir, cenderung dibikin soft,” jelas Tomy Huang pemilik merek dagang BRT ini.

Jelasnya begini. Sebelum mengadopsi CDI racing, perbandingan gigi persneling dan kecepatan motor rata-rata tercatat seperti ini: Gigi 1 kecepatannya hingga 20 km/jam (kpj). Gigi 2 hingga 40 kpj, gigi 3 sampai 80 kpj dan gigi 4 menyentuh 100 kpj.

1904cdi-racing-buat-garian---en.jpgNah, setelah diganti CDI racing, peningkatan power terlihat pada gigi 1 melesat hingga 40 kpj. Gigi 2 merangsak hingga 80 dan gigi 3 tembus 100 kpj. Nah, saat di gigi 4, power masih ada, “Tapi mesin cuma teriak doang karena perbandingan gigi rasionya sudah habis,” tambah pria berkulit bersih ini.

Itu yang menyebabkan seolah ganti CDI racing tidak ada efeknya. Untuk mengoptimalkannya, gampang kok. Tak perlu seting njlimet. Tergantung berapa HP atau horse power yang akan dicapai.

“Dengan mengganti CDI racing, sebetulnya sudah menaikkan minimal satu dk atau setara dengan knalpot racing harian. Kalau mau lebih ada beberapa ubahan tambahan,” tambah M. Novel Faizal, General Manajer Rextor.

Cara paling gampang, mengganti sproket belakang dengan satu mata lebih kecil. Misalkan Yamaha Vega standar pakai 35, maka diganti dengan sproket bermata 34. Dijamin, top-speed motor semakin naik.

Bila penggantian sproket dirasa kurang, maka bisa mengadopsi knalpot racing. Tapi, aplikasi knalpot racing juga kudu dibarengi peningkatan angka spuyer. Karena, dengan knalpot racing yang rata-rata frew flow, “Maka tendangan balik ke mesin jadi kurang. Juga konsumsi bahan bakar lebih banyak, makanya karburator sedikit dibikin boros,” jelas Tomy.

Makin sip “Kalau bahan bakar memakai oktan lebih tinggi. Misalkan, Pertamax atau Pertamax Plus. Dijamin, motor bakal lebih ngacir,” tutup M. Novel.

http://www.motorplus-online.com/index.php/article/detail/id/789

Tidak ada komentar:

Posting Komentar